Minggu, 09 Maret 2014

Agar anak bahagia

Anak adalah nikmat besar yang dikaruniakan oleh Allah kepada kita. Akan tetapi  tidak semua dari kita mengerti bagaimana menjaga nikmat tersebut. Menjaga akhlaq dan keimanan mereka adalah yang harus di utamakan. Itulah yang diharap dan diinginkan  oleh anak biar tidak diucap oleh lidah mereka.
Orang tua cerdas dan bijak adalah orang yang senantiasa tahu apa yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Dan diantara hal yang dibutuhkan oleh anak tidak ada yang melebihi dari pentingnya keselamatannya kelak setelah kehidupan di dunia ini. Jika ada orang tua yang begitu semangat menyekolahkan anaknya di pendidikan tinggi dengan harapan agar anaknya kelak mendapatkan pekerjaan yang layak dan menguntungkan dari segi materi. Atau seorang tua membekali modal besar untuk anaknya agar bisa mandiri dan makmur dalam kehidupannya di dunia ini. Sungguh ia adalah orang tua yang cerdas, senantiasa berfikir akan masa depan sang anak. Akan tetapi orang tua tersebut akan menjadi tidak cerdas dan bijak  lagi jika ternyata melupakan masa depan yang lebih lama lagi yaitu kehidupan setelah kehidupan  di dunia ini. Ada masa depan nanti di alam barzah yang tidak hanya enampuluh atau seratus tahun akan tetapi ribuan tahun, dan bersama penantian itu sang anak akan menuai apa yang diperbuat saat di dunia dulu. Dan nanti setelah kehidupan alam barzah akan dilanjutkan menuju kebahagiaan yang hakiki atau kesengsaraan yang hakiki  di surga atau di neraka.
Siapa yang rela jika anaknya disiksa di alam barzah dan  di akhirat nanti? Disiksa karena kita sebagai orang tua tidak pernah memikirkan masa depan mereka setelah kehidupan ini. Disiksa karena kita sebagai orang tua telah tidak memikirkan bekal anak-anak kita di kehidupan setelah kehidupan di dunia ini.
Kita mungkin akan mudah tanggap jika anak kita gagal ujian akhir di sekolah atau universitas, atau gagal dalam sebuah usaha dagangnya. Akan tetapi kenapa kita tidak mudah tanggap dengan anak kita yang malas melakukan Shalat atau mulai melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah? Sungguh bahasa cinta adalah amat indah dan akan menghadirkan keindahan. Cinta yang sesungguhnya kepada anak akan diterjemahkan dengan kepedulian terhadap masa depan anak. Dan tidak ada masa depan yang sesungguhnya selain masa depan di akhirat. Bukan cinta yang sesungguhnya bagi orang tua yang hanya ingin membahagiakan anaknya selama enampuluh tahun sepanjang hidupnya di dunia lalu melupakan kehidupan yang lebih lama setelah di dunia ini.
Yang berani membiayai sekolah anaknya untuk mencari ilmu dunia dengan biaya mahal tentu akan rela membiayai anaknya untuk mengambil bekal di akhirat dengan biaya yang lebih mahal. Jika masih ragu untuk yang demikian itu maka sangat diragukan kecintaan orang tua tersebut terhadap anaknya bahkan sangat mungkin diragukan keimanannya akan kehidupan setelah kehidupan di dunia ini.
Dan tidak sampai disini, orang tua yang lalai memikirkan kebahagian anaknya kelak di akhirat akan menemukan suatu kesengsaran yang amat seperti yang pernah dikisahkan oleh Rasulullah Saw. Kisah orang ahli ibadah yang hendak menuju ke surga akan tetapi tiba-tiba ada yang menyeru dari dasar neraka jahannam menginginkan orang yang hendak masuk surga itu agar dimasukkan ke neraka bersamanya. Melihat kejadian seperti ini Malaikat menghadap kepada Allah dan Allah memerintahkan Malaikat agar menggiring orang tersebut ke neraka. Ia adalah orang tua  yang ahli ibadah, ahli sedekah dan ahli kebaikan akan tetapi telah membiarkan sang anak tanpa ada bimbingan agar semakin dekat kepada Allah dan tanpa pembekalan untuk di akhirat. Maka disebabkan keteledorannya dalam mempersiapkan masa depan anaknya di akhirat maka ia ikut rugi bersama sang anak di neraka jahannam.
Wallahu a'lam bishshowab.

~mutiara hikmah buya yahya~

Sabtu, 08 Maret 2014

mewaspadai penggunjing

Saat Imam Hasan Al-Basri memberikan wejangan kepada para santrinya. Tiba-tiba ada salah satu orang yang hadir mengangkat tangan dan berkata, "wahai Imam, kami ingin menyampaikan satu hal jika diperkenankan". Dijawab oleh Imam Hasan Basri "silakan !".

Kemudian orang tersebut bercerita "wahai Imam, aku sangat mengagumi majlismu, sungguh ini adalah majlis yang sangat berwibawa dan penuh kesejukan. Akan tetapi kenapa ada ditempat jauh disana ada seorang guru yang selalu menyebut Imam Hasan Al-Basri dengan sebutan yang tidak pantas dan menjelek-jelekkan Imam Hasan Al-Basri."

Sebelum orang tersebut selesai berbicara Imam Hasan Basri telah memotong pembicaraanya dan berkata, "hentikan wahai tamuku pembicaraanmu! sekarang dengarlah omonganku! Orang yang engkau sebut itu aku sangat mengenalnya, karna dia adalah salah satu sahabatku. Adapun yang kau sampaikan kepadaku bahwa dia selalu membicarakan kejelekanku maka ketauilah!jika engkau berbohong dengan omonganmu itu maka engkau harus di cambuk, sebab engkau telah berdusta"

Seketika orang tersebut menyambut dan berkata. "wahai Imam, sungguh aku tidak bedusta karena aku mendengarnya langsung." Kemudian Imam Hasan Basri melanjutkan pembicaraanya, "dan jika apa yang engkau sampaikan itu adalah benar maka engkau juga harus di cambuk karena engkau telah menggunjing dan mengadu-domba antara aku dengan temanku itu, kira-kira kamu pilih yang mana?"

Mendengar ungkapan Imam Hasan Al-Basri ini orang tersebut merasa malu dan akhirnya permisi dan bergegas meninggalkan majlisnya Imam Hasan Basri.

Kita di tuntut untuk lebih ketat dalam menjaga hati kita agar tidak terjangkit penyakit kebencian kepada sesama yang di hembuskan bersama gunjingan yang kita dengar.

Sebuah kecerdasan hati memancar dari diri sang imam. Hati yang tanggap terhadap penyakit yang dihembuskan oleh otak-otak kotor dan hati-hati yang tidak terdidik. Menyebut kejelekan orang lain adalah antara menggunjing dan berdusta. Jika benar yang di bicarakan itulah hakekat menggunjing dan jika tidak benar itulah berdusta.

Dan zaman kita bukanlah zaman yang lebih baik dari zamanya Imam Hasan Al-Basri. Artinya, kita di tuntut untuk lebih ketat dalam menjaga hati kita agar tidak terjangkit penyakit kebencian kepada sesama yang di hembuskan bersama gunjingan yang kita dengar. Kita harus pandai menghentikan usaha orang-orang terlena dalam menghancurkan keindahan kita dalam bermasyarakat.

Sungguh menggunjing adalah adalah pekerjaan yang membawa dosa yang amat besar. Jika kita tahu betapa besar dosanya berzina dan betapa busuk dan menjijikkanya ia. Akan tetapi sungguh kebusukan dan kekejian zina masih terkalahkan oleh menggunjing. Orang tidak berzina kecuali di tempat tertentu. Akan tetapi yang namanya menggunjing, sungguh medanya teramat luas. Kerlingan mata dan batuk yang dibuat-buatpun bisa mengandung makna gunjingan. Bahkan seorang yang lagi duduk di tengah mesjid atau seorang ustad yang lagi berceramah diatas mimbarpun bisa menggunjing.

Bahkan ada yang menggunjing sudah mendarah-daging didalam dirinya hingga ia tidak sadar jika setiap gerak dan ucapanya selalu memberi arti gunjingan. (Naudzubillah)

Orang sering terlena dengan menggunjing. Terbawa dalam sebuah perbincangan yang panjang lebar tiba-tiba tanpa disadari ia telah berada di tengah tengah lautan gunjingan. Bahkan ada yang menggunjing sudah mendarah-daging didalam dirinya hingga ia tidak sadar jika setiap gerak dan ucapanya selalu memberi arti gunjingan.

Yang selamat adalah yang waspada, Imam Hasab Al-Basri adalah suri tauladan kita. Cermati semua orang yang berbicara dengan Anda. Jika yang di bicarakan adalah kejelekan sahabat Anda atau yang lainya. Maka ketauhilah itu adalah gunjingan. Dan sadarilah bahwa di balik pembicraan itu adalah racun yang ditabur di hati Anda. Tanpa Anda sadari setelah itu Anda akan berprasangka buruk kepada orang yang Anda dengar ceritanya. Dan bisa jadi yang semula Anda hanya menjadi pendengar di suatu saat Anda telah berubah menjadi penggunjing. Semoga Allah menjauhkan kita dari digunjing dan menggunjing.

Wallahu a'lam bishshowab.
~mutiara hikmah buya yahya~

statistik nominal



Data Nominal adalah data statistik yang cara menyusun angkanya didasarkan atas penggolongan atau klasifikasi tertentu
Contoh :
Data statistik tentang jumlah Madrasah Tsanawiyah Negeri tahun ajaran 2013 / 2014 , ditilik dari segi tingkat ( kelas ) dan jenis kelaminya,  seperti pada table berikut :
Kelas
Jenis kelamin
Jumlah
Laki - laki
Wanita
III
50
34
84
II
48
44
92
I
72
52
124
Jumlah
170
130
300

Dalam tebel tersebut angka 50, 34, 48, 44 dan seterusnya adalah data nominal, sebab angka itu disusun berdasarkan penggolongan atau klasifikasi, baik menurut tingkatan study maupun jenis kelaminnya.
Data nominal sering disebut Data Hitungan. Dikatakan demikian karena data angka itu diperoleh dengan cara menghitung (dalam hal ini menghitung jumlah siswa, baik menurut tingkatan studi maupun jenis kelaminnya).
Komentar :
Menurut saya data statistik nominal sangat mudah di gunakan sebagai bahan kumpulan keterangan suatu kegiatan penelitian, pencatatan dan pendataan tertentu pada suatu bidang pendidikan, perusahaan dan lain-lain. Karena data statistic nominal menggunakan tabel penggolongan atau klasifikasi  yang mudah di pahami dan di mengerti sehingga memperoleh gambaran yang jelas dan pasti tentang segala sesuatu yang di butuhkan baik mengenai kemajuan atau perkembangan penelitian tersebut.

Datul Ilmiah
(2012.86.01.0028)

Senin, 03 Maret 2014

Dahulukan Allaah Subhanahu wa Ta'alaa


Suatu ketika di saat ada seorang ibu yang menemukan putranya sakit, ia bergegas mengangkat telephon dan menelepon sebuah balai pengobatan untuk mendaftarkan anaknya agar mendapatkan antrian terdepan. Begitu juga seorang pedagang yang dengan kecerdasannya membidik tempat-tempat strategis dan saat yang tepat untuk berdagang. Atau seorang ustadz yang begitu disiplin membuat program da'wah dengan membuat beberapa sarana media da'wah. Dari semua yang dilakukan oleh seorang ibu, pedagang dan ustadz adalah suatu hal yang amat dibenarkan dalam sebuah usaha. Akan tetapi disaat kita hadapkan kepada nilai keimanan dan kerinduan kepada Allah SWT, usaha-usaha itu akan menjadi tidak ada maknanya jika tidak dibarengi dengan sebuah kesadaran akan kelemahannya dalam mencapai sebuah keberhasilan. Dan dengan penuh kerendahan hati memohon kepada Allah SWT agar memberikan kesembuhan kepada sang putra, memajukan usahanya, memberikan ilmu manfaat kepada para santri dan umat.
Akan tetapi alangkah seringnya kita tertipu oleh akal kita sehingga sering kali kita melupakan Allah SWT dalam segala usaha. Siapa di antara kita yang di saat hendak membuka toko lalu mendahulukan wudhu, kemudian shalat dua raka'at dan memohon agar dimudahkan usahanya oleh Allah SWT? Siapa diantara kita yang di saat mengajak orang kepada kebaikan, mendahulukan shalat dua raka'at atau bangun di tengah malam, memohon kepada Allah SWT demi kebaikan orang yang diajak?

Sungguh  seorang ustadz disaat giat mengajar atau memberi pengajian, ketulusanya amat diragukan jika ia tidak pernah memohon kepada Allah SWT untuk umat dan santri. Sungguh dikhwatirkan kekeroposan iman seorang ibu jika ternyata yang di matanya hanya usaha dhahir sementara Allah SWT tidak pernah hadir di hatinya. Sungguh seorang pedagang amat dikhwatirkan akan maksud yang tersembunyi dibalik usahanya jika dalam usahanya tidak pernah hadir kerinduan kepada bantuan Allah SWT.
Yang menyeru kepada Allah SWT tanpa sebuah ketulusan akan menghadirkan kemunafikan. Yang mencari kekayaan tanpa maksud yang baik akan mengantarkan kepada kesombongan. Yang berobat dan mencari kesehatan tanpa dibarengi rasa ketergantungannya kepada Allah SWT akan mengikis ketawakalan dan kesabaran.
Wallahu a'lam bissawab.

Minggu, 02 Maret 2014

Indahnya Sebuah Seruan


Didalam menyeru kepada kebaikan tentu ada tata krama yang tidak pernah terlepas dari makna ilmu dan akhlak. ‘ Ilmu ’ saja tanpa akhlak tidak bisa membangun, dan ‘ Akhlak ’ tanpa ilmu adalah lemah, maka harus digabungkan antara ilmu dan akhlak. Dalam irama mengajak kepada kebaikan, tugas kita adalah menjauhkan siapapun dari murka Allah SWT. Seorang muslim harus semakin didekatkan kepada Allah SWT dan ditarik dengan penuh kerinduan agar ia bisa merindukan Allah SWT. Dan yang belum masuk Islam harus diajak dengan penuh kasih sayang agar kenal Allah SWT.
Ada beberapa hal yang harus dicermati disaat kita mengajak kepada kebaikan :
Pertama adalah Koreksi. Disaat kita melihat kesalahan yang kita duga ada pada orang lain, maka mula-mula yang harus kita lakukan adalah menemukan kesungguhan sebuah kesalahan, jangan sampai terlanjur kita mengangkat suara menyalahkan orang lain ternyata kesalahan justru ada pada diri kita. Kita harus mengoreksi diri terlebih dahulu dengan mendiskusikannya kepada pakarnya agar jangan salah dalam menyalahkan orang. Disini ada makna pengukuhan dan pendalaman ilmu. Jika kita menemukan kesalahan ada pada diri kita, maka segeralah kita menginsyafinya dan memohon maaf. Dan jika kesalahan ada pada orang lain maka saat itulah kita menuju langkah berikutnya dalam mengajak kepada kebaikan. Artinya, jika langkah yang pertama ini belum kita lakukan maka sungguh tidak pantas kalau kita menuju kepada langkah berikutnya.
Kedua, bila kita menemukan kesalahan ada pada orang lain. Kita harus bedakan apakah kesalahan tersebut dilakukan dengan  sengaja menentang Allah SWT atau karena ia belum tahu kalau dia salah ? Karena ini adalah dua model manusia yang  sangat berbeda ketika kita mengajaknya kepada kebenaran.
Jika ternyata ia tergolong yang melakukan kesalahan karena ia belum tahu, karenanya ia berbuat kesalahan maka cukuplah kita tunjukkan kebenaran kepadanya dengan keindahan dan jangan ditambah lagi dengan celaan dan cacian. Sebab saat kita menunjukkan kebenaran kepadanya sungguh itu sama artinya kita mengatakan kepadanya jika  ia salah. Setelah itu jangan sampai kita  memutuskan silaturahim baik disaat ia menerima atau tidak kebaikan yang kita sampaikan.
Ketiga adalah Kesabaran, Jangan mudah putus asa, karena dakwah adalah perjuangan indah yang tiada henti, sebagaimana Rosulullah Muhammad SAW membangun keindahan dengan keindahan hingga beliau menghadap Allah SWT
Wallahu  a'lam bissawab.

~Mutiara Hikmah Buya Yahya~

Sabtu, 01 Maret 2014

makalah b'inggris

PAPERS CIRCUMCISION

This Paper Was Prepared To Fulfill The Task Subjects
English Language Study Program










Lecturers:
Aminatuz Zuhriyah



In the Arrange By:
Datul Ilmiah
(201286010028)



ISLAM EDUCATION STUDY PROGRAM
FACULTY OF ISLAM
UNIVERSITY YUDHARTA PASURUAN
2013
FOREWORD

Praise be to God with all sincerity as he expects his help and Hidaya. In order for all the enjoyment that has been given, making us increasingly closer to Him, and classify us as people who are good at all grateful for His favors.
Prayers and peace may always be delegated to the true reformer, Prophet Muhammad. As well as the final of the apostles, the giver of promise and warning, with his presence, ie Allah. Save man from straying, which shows the straight man to the beaten path, namely Islam wal Addinul faith.
Alhamdulillah with Allah's approval, with passion and perseverance, finally Authors can complete tasks with the guidance Papers English lecturers Aminatuz Zuhriyah entitled "Circumcision" is smoothly.
The author realizes that this paper is still not entirely free of flaws, so if there is one word, one in the preparation, and lacking in material content writer apologize profusely.
Finally the author would like to thank the many tasks that have been given by Mrs. lecturers this English course, and hopefully this paper may help the seeker of knowledge to gain a wider knowledge, only the author of God and plead for help instructions.


Sengonagung,  January 03, 2013
compiler

TABLE OF CONTENTS

Foreword................................................................................................... i
Table Of Contents.................................................................................... ii
CHAPTER I PRELIMINARY.............................................................. 3
1.1    Background.......................................................................... 3
1.2    Problem Formulation............................................................ 3
1.3    Objectives............................................................................. 3
CHAPTER II DISCUSSION.................................................................. 4
A.      Understanding Circumcision................................................ 4
B.       Understanding Circumcision According to Ulema.............. 4
C.       Liability Circumcision........................................................... 5
D.      Circumcision Law................................................................. 5
E.       Faidah Circumcision In Sharia Review................................ 6
CHAPTER III CLOSING...................................................................... 7
References................................................................................... 8








CHAPTER I
PRELIMINARY

1.4    Background
Circumcision is the prophet Muhammad commands Muslims to be implemented worldwide. Obligations Muslim men to perform circumcision is an absolute must to be done. As for female circumcision, according to law kebanyak Sunnah scholars stated the law, but some are advocating to do. Generally, female circumcision performed during infancy or after 7 days he was born, it is meant to be cut so that the skin does not harden and is painless.
1.5    Problem Formulation
1.    What is the purpose of circumcision?
2.    What is the purpose understanding of circumcision according to scholars'?
3.    What obligations circumcised?
4.    How does the law of circumcision?
5.    What faidah circumcision in Shari'ah review?
1.6    Objectives
1.    To know the definition of circumcision
2.    To know the definition of circumcision according to scholars'
3.    To determine liability circumcision
4.    To find out the law of circumcision
5.    To find faidah circumcision in review Shari'ah


CHAPTER II
DISCUSSION

F.       Understanding Circumcision
According to the understanding of language, circumcision meant cut. While the term within the meaning of Islamic law, circumcision is in a particular cut of certain parts of the body.
Circumcision or circumcision is already very familiar and we usually hear. In some places, the circumcision ceremony the children even made ​​a celebration event, invitations, and lively entertainment. Circumcision, is a form of mashdar (basic words) of khatana, which means to cut. Al-Khitaan, Al-Ikhtitaan, is isim (noun) from ficil (verb) al-khaatin, or designation places circumcised, skin that is left after the cut. (Al-Isawi, 2008). According to the terms on male circumcision is cutting the skin that covers the tip of the male genitalia called Qulfah, so as not to accumulate dirt in it, and also in order to complete the urine, and does not diminish the joy jima 'husband and wife.
Specifically, some scholars circumcision divide into 2 types, namely i'dzaar and khafdh. And Imam Nawawi said that it i'dzaar circumcision in men, whereas only khafdh specifically on female circumcision. Similarly, Al-Jauhari said, that the word khafdh is devoted to female circumcision.

G.      Understanding Circumcision According to Ulema
Circumcision according to al-Mawardi was cutting the skin covering the tops dzakar men or also called hasyafah. Ideally the cut is to start from the base of the shoots dzakar and there are still at least a little residual cover.
According to Imam Haramain true circumcision for men is to cut the foreskin is the skin that covers the tops dzakar so there is no residual skin left at all.
According to Ibn Shabagh circumcision meant cut the top of the skin or the most important part dzakar dzakar shoots can open.

H.      Liability Circumcision
Sourced from Abu Hurairah RA true prophet Muhammad SAW said "Abraham the beloved of God merciful and compassionate circumcised after the age of eighty years. He was circumcised in qudum "(Narrated by Al-Bukhari and Muslim).
The scholars differed in establishing liability circumcision. However, the difference is only in women. While the male scholars such as al-Shafi `i, Imam Malik, Abu Hanifah and other scholars oblige men to circumcision.

I.         Circumcision Law
·      The Messenger of Allah said about the nature of the problem is in the form of circumcision:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ أَوْ خَمْسٌ مِنْ الْفِطْرَةِ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الْإِبْطِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِب
Meaning: that nature are five: circumcision, shaving the hair kemalun, plucking the armpit hairs, cutting the nails, and trim the mustache. (Narrated by Bukhary and Muslim).
·      As a nature, circumcision is also performed by the former. From Abu Hurairah, the Prophet. said, "Abraham circumcised after reaching the age of eighty years, and he circumcised the ax. while the Prophet was ordered by Allah to follow the religion of Abraham, as contained in the word which means," Then We revealed to you (Muhammad): 'Follow the religion of Abraham the hanif. '"(Surat an-Nahl: 123).
·      According to some scholars, the law of circumcision is obligatory for men. Meanwhile, according to a well-known history of imam Malik, he said his legal sunna circumcision.
·      ibn Qudamah in his book Mughni, said that circumcision is obligatory for men and women glory. Although there are differences of opinion, because the legal minimum is sunnah, circumcision is a doctrine that Muslims should not be abandoned.
·      Prophet. ordered people to Islam according to his saying circumcision أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ   Meaning: "Remove hair from you infidelity (which became infidels address) and berkhitanlah." (Narrated by Abu Dawood, and dihasankan by Sheikh Al-Albany).

J.        Faidah Circumcision In Sharia Review
According to Abdullah Shaikh Nasih Ulwaan in deed Book of Tarbiyatul Aulaad Islam, circumcision has utility as follows:
ü circumcision is the largest nature, symbols and characteristics of Islamic law.
ü Circumcision is a sign of God's perfection and righteous Shari'ah delivered via oral Prophet Ibrahim AS.
ü Circumcision is the difference between a Muslim with other religions.
ü Circumcision is one proof of the recognition of a person as a servant of God, carrying out His orders, and subject to his rule and authority.
CHAPTER III
CLOSING
A.      Conclusion
It can be concluded that for all Muslims that men are required to perform circumcision, circumcision provision for this time I know and according to some scholars is when aged 7 to 10 years or more, such provision is essentially to avoid side effects and pain if circumcision is performed on the calculated ages are still young. whereas for women there is a law stating circumcision obligatory but sunna majority opinion is recommended. implementation as a baby or after 7-15 days after birth.


















REFERENCES

ü  Hasan, M. Ali.2003. Fiqhiyah Masail al-Haditsah. London: King Grafindo Persada.
ü  Louis Ma'luf, Al Munjid Fi al-lughah A'lamu Wa, (Baerut: Darul Masyriq, 1986).
ü  Dahlan Abdul Aziz et al, Supplements Encyclopedia of Islam, Volume I (New York: New Ichtiar Van Hoeve, 1996).